Skip to main content

Tiga Bulan Pertama di Jepang



Semenjak pindah ke Jepang, gue dituntut untuk benar-benar struggle jadi ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Hahahahaha kenapa struggle? Ya maklum, males dan gak mandiri aku tuh anaknya. Jadi lumayan berasa ya waktu pindah kesini.

Pertama, gue dituntut untuk jadi hemat. Atau lebih tepatnya dituntut untuk lebih manage keuangan. Kalau dulu bisa foya-foya, sekarang harus tahan-tahan. Dulu tiap hari makan di luar, sekarang masak aja, makan di rumah biar irit.

Perkara masak juga harus dipikir biar lebih hemat.  Berhubung disini gak ada warung sayur, jadilah harus belanja di supermarket. Sebenarnya banyak supermarket dekat apartemen, tapi untuk lebih irit, kita (gue, suami, dan anak) cari supermarket termurah walau harus jalan kaki sejauh hampir 2 km. Bolak-balik 4 km dong ya kan. Jalan kaki loh sodara-sodara. Alhamdulillah tertolong stroller untuk bawa belanjaan buat seminggu.

Selain itu, yang jadi concern selanjutnya adalah tentang listrik. Kaget, karena sekarang pakai AC dan lagi musim dingin. Berhubung tiap hari gue di rumah, AC nyala terus dong. Kalo enggak, bisa kedinginan aku tuh. Dan berhubung baru pertama kali kena musim dingin, temperatur AC dipasang paling tinggi karena gak kuat dinginnya. Alhasil biaya listrik jadi 20x lipat dibanding waktu di Depok.

Akhirnya cari cara biar rumah gak dingin tapi temperatur AC gak dipasang tinggi, karena rupanya ada pengaruhnya. Setelah tanya-tanya, ternyata bubble wrap bisa untuk nahan dingin. Dipasang di kaca jendela atau pintu. Dan ternyata benar ada pengaruhnya. Duh dulu mah kalau ketemu bubble wrap ingatnya buat ‘dipletekin’ doang, sekarang penyelamat kehidupan (keuanganku).




Kedua, gue dituntut untuk lebih peduli sampah. Karena disini untuk buang sampah aja sampai ada kuliahnya sendiri, kebayang dong gimana concernnya tentang sampah disini.

Tapi jujur aja nih, aku tuh bukan anak #savetheworld gitu. Dulu gak pernah ngerti kalo sampah harus dipilah-pilah. Buang aja semuanya di satu plastik. Semenjak disini, Alhamdulillah tercerahkan. Hari Senin, jadwal diambil sampah plastik yang ditaruh di plastik bening tulisannya warna orange. Selasa dan Jumat, sampah dapur, kertas, dan apapun yang bisa dibakar, plastiknya warna biru. Hari Rabu jadwalnya sampah botol di plastik bening tulisannya biru.

Serius, butuh effort untuk paham tentang persampahan ini. Sampai sekarang udah hampir 3 bulan disini, masih suka nanya, “kalo ini buangnya di plastik mana?”. Sedih akutu.

Selain harus beli plastik khusus untuk tiap-tiap sampah, gue juga harus beli oil solidfier. Oil solidfier ini bubuk untuk memadatkan minyak buat minyak jelantah bekas masak. Nanti kalo udah beku, baru dibuang ke sampah yang bisa dibakar. Kaget aku harus diginiin, dulu mah tinggal buang aja ke selokan depan rumah. 





(Kalau yang ini bentuknya mirip pembalut wanita gitu, jadi nanti minyaknya terserap, baru bisa dibuang)

Terakhir, tentang beberes rumah. Disini, gue dituntut untuk berkonmari ala Marie Kondo (silakan googling untuk tahu lebih jelasnya). Alasannya pertama karena tinggal disini ada kemungkinan untuk pindah, sebisa mungkin barang yang ada memang dibutuhkan. Jadi sewaktu pindahan nanti gak terlalu banyak bawa barang. Kedua, karena memang mahal kalau mau beli barang-barang, jadi nunggu lungsuran aja hahaha.

Nah yang paling berasa itu saat mau konmari pakaian. Berhubung bawa bajunya memang sudah yang dibutuhkan (malah cenderung kurang), jadi yang bikin berat adalah saat penyimpanan. Maklum cuma punya satu lemari baju. Jadi mau gak mau harus belajar melipat baju ala konmari biar muat. And it works loh! Lemari baju itu muat untuk baju kita bertiga. Gue juga amaze sendiri, ternyata se-ngaruh itu ya metode konmari.



Ini baru sebagian kecil pelajaran baru buat gue, mungkin juga masih banyak salahnya. Maklum kan ya, baru tiga bulan hahaha. Masih banyak yang harus gue benahi, pelajari (selain belajar bahasa dan baca huruf Hiragana Katakana), dan beli-beli. Namanya juga manusia (baca; perempuan), selama hidup pasti untuk belajar (belanja) ya.

Terakhir, ditutup dengan quotes sebagai pengingat dan penyemangat buat gue,
“Ada kata ‘indah’ dalam ‘pindah’”, gitu katanya. See you!


Aisyah Rahmayanti
Ibu Rumah Tangga (yang baru belajar)
Kobe, Jepang
16 Maret 2019

Comments

Popular posts from this blog

Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 2)

Part. 2 JEPANG (Setelah Keberangkatan) Buat yang belum baca part. 1 nya, silahkan baca dulu disini ya supaya lebih nyambung  Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 1) Residence Card, Juminhyo, dan Asuransi Kesehatan Gue sampe di Jepang pada tanggal 27 September 2018. Hal yang gue lakukan pertama kali adalah membuat residence card dan asuransi kesehatan . Residence card  ini adalah kartu identitas kita selama disini, ya mirip mirip KTP lah kalo di Indonesia. Asuransi Kesehatan itu langsung gue buat karena emang biaya kesehatan di sini mahal banget. Oiya, pembuatan residence card  dan asuransi kesehatan disini sangat cepat, cuma 1-2 jam. Beda jauh sama pembuatan KTP di Indonesia yang bisa sampe 6 bulan, itu aja kadang belom tentu udah jadi, hahaha. Setelah itu gue juga membuat Juminhyo  yaitu surat alamat tempat tinggal kita. Pembuatannya juga gak sampai 1 jam. Residence card , asuransi kesehatan, dan juminhyo  ini dibuatnya di satu tempat,...

Sandwich Generation, Apakah Itu dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Apakah kalian pernah mendengar sandwich generation? Apakah kalian mengerti arti dari sandwich generation? Atau jangan-jangan malah kalian termasuk sandwich generation? Pertama kali gue mengetahui atau mendengar mengenai sandwich generation  adalah dari akun penasihat finansial yang hits di instagram, yaitu Jouska. Sebelumnya gue gak pernah mendengar istilah ini sama sekali karena memang di keluarga dan lingkaran pertemanan gue tidak ada yang berminat membicarakan perencanaan keuangan. Jadi apa itu sandwich generation ? Sandwich generation adalah generasi yang harus membiayai orang tua padahal mereka harus juga membiayai anak mereka (Merriam-webster).   Situasinya biasanya adalah pasangan yang sudah menikah, tidak menutup juga yang belum menikah, berusia 30-40 tahun, dengan tanggungan anak yang butuh dibiayai kehidupan dan pendidikannya. Pada saat bersamaan, pasangan tersebut juga memiliki orang tua yang sudah sepuh serta tidak berpenghasila...

Selamat Ulang Tahun yang ke-2 Bang Arka!!

Hari ini, waktu fajar menjelang, tepat 2 tahun yang lalu engkau dilahirkan. Setengah gak percaya juga akhirnya aku menjadi seorang ayah. Ya, aku, orang yang masih banyak kekurangan di segala aspek, ternyata dipercaya oleh Allah untuk mengemban amanah berupa seorang anak laki-laki. Waktu terus berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembanganmu. Mulai dari hanya bisa menangis, kemudian merayap, merangkak, berjalan, melompat, hingga sekarang bisa ikut menirukan bahkan mengobrol dengan ayah dan bunda. Aku sebagai seorang ayah selalu berusaha membersamaimu dan selalu berusaha menjadi yang pertama, minimal kedua setelah bunda, yang menyaksikan langkah pertamamu dalam menjalani setiap tahapan. Aku sebagai ayah hanya ingin mengucapkan Selamat ulang tahun Bang Arka! Semoga Allah selalu mengaruniamu umur panjang, kesehatan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Semoga Allah juga mengarunia kesehatan dan umur panjang kepada ayah dan bunda agar selalu bisa menjaga d...