“Wah enak banget mau pindah ke Jepang. Disana ramah anak kok, kamu pasti betah tinggal disana nanti”, begitu kira-kira respon banyak orang yang tahu gue akan pindah ke Jepang. Dalam hati, gue balik nanya, “maksudnya ramah anak gimana sih? Emang Indonesia gak ramah anak?”.
Dan setelah tiga bulan tinggal di Jepang, akhirnya gue menyadari perbandingannya.
Transportasi
Walaupun waktu di Indonesia gue bukan anak kereta (gak pernah ngerasain naik kereta pas jam kerja, gak pernah tahu seganas apa gerbong wanita, apalagi ngerasain gangguan kereta), tapi gue cukup yakin bahwa kereta api di Jepang lebih ramah anak.
Disini, selain ada gerbong khusus wanita dan tiap gerbong ada kursi prioritas untuk penumpang yang sudah tua, disabilitas, wanita hamil dan penumpang yang bawa bayi (bukan cuma untuk ibu-ibu, tapi bapak-bapakpun boleh duduk), tapi juga disediakan space khusus untuk taruh stroller. Sepengalaman gue yang minim naik kereta Indonesia sih gue gak pernah nemuin ya ada space khusus untuk stroller. Mungkin sekarang di MRT ada?
Selain kereta api, jalan untuk pejalan kakipun ramah stroller dan kursi roda. Trotoarnya bisa dilewati tanpa harus diangkat. Walaupun ada tangga (untuk pejalan kaki umum), tapi pasti ada jalan khusus yang dibuat supaya bisa dilewati stroller dan kursi roda. Bahkan bisa ada lift (walaupun sudah ada tangga dan eskalator) yang memang diperuntukkan untuk stroller dan kursi roda. Ya akutuh jadi miris, ingat waktu ke mall di Depok (tepatnya di Cibinong), lift untuk pengunjung aja dijadikan satu sama lift barang dan sampah. Sekarang masih gitu gak?
Tempat Bermain (dan Belajar)
Followers ig @aisyhrh pasti sudah hafal ya kemana aja biasa ajak main Arkatama hahaha. Koen (taman) dan Kobekkoland!
- Koen (taman) disini memang banyak. Tiap dekat pemukiman macam apato (apartemen) atau jutaku (rumah susun) kayaknya pasti ada koen. Koen disini luas, minimal ada satu permainannya (perosotan atau ayunan). Kebetulan yang dekat apato gue kayaknya koen paket komplit. Ada perosotan, ayunan, tempat panjat, kuda-kudaan, tempat main pasir, dan ada lapangan untuk main bola/baseball. Kalo dulu di Depok, ada lapangan yang gak dipakai buat parkir mobil atau ada ring basketnya aja sudah bersyukur.
- Kobekkoland, tempat bermain anak yang sengaja dibuat sama pemerintah dan digratiskan untuk siapa saja (bukan cuma orang Jepang). Isinya bukan cuma playground macam Kidzoona, tapi juga ada studio musik, perpustakaan, ruang komputer, dan masih banyak lagi (belum didatengin semua soalnya hahaha). Di Indonesia mau main ke tempat begini bayarnya lebih mahal dari harga diapers, ya aku sering pikir-pikir yang berujung gajadi akhirnya kan. Tapi di Kobekkoland juga ada event berbayarnya, gymnastic atau les masak contohnya.
Nah ada lagi, namanya jidokan. Jidokan ini fasilitas yang dikelola pemerintah daerah, bekerja sama dengan pihak swasta diperuntukan sebagai tempat berkumpulnya anak-anak sepulang dari sekolah (begitu penjelasannya hasil googling). Gue baru banget tahu ada jidokan dekat rumah dan baru sekali kesana. So far sepengamatan gue mirip Kobekkoland ya, cuma kegiatannya lebih terarah karena ada Senseinya, jadi gak sekadar main sebebasnya tapi juga ada kegiatan belajarnya (macam bikin prakarya atau olahraga, berdasar yang gue lihat kemarin). Kemarin waktu Arkatama main kesana, dia juga dapat pelajaran; harus bereskan mainannya sendiri hehehe.
Fasilitas Kesehatan
Sebulan awal pindah ke Jepang, Arkatama pilek gak sembuh-sembuh. Akhirnya dibawalah ke klinik. Disini, kliniknya ada yang khusus anak. Karena klinik anak, jadi ada playgroundnya. Kalo di Indonesia, macam di rumah sakit bagian dokter anak gitu deh hahaha.
Diperiksa, dapat tindakan, dan dikasih obat. Semuanya gratis. Jadi memang untuk anak sampai usia 3 tahun itu digratiskan. Sekalipun dia dirawat. Jadi bukan cuma biaya dokternya aja, tapi semua-muanya. Waktu tahu kalau gratis, gue cepat-cepat berdoa, “ya Allah, berikan kesehatan pada Arkatama agar Aisyah tidak tergiur oleh ke-gratis-an ini”. Maklum ya, akukan perempuan.
Waktu awal datang, Arkatama juga diharuskan ikut tes kesehatan yang ada di kantor kecamatan. Ini udah sempet gue bahas di ig story (yang belum follow silakan follow @aisyhrh hahaha).
Tes kesehatannya meliputi tes kemampuan (Arkatama di tes menyusun balok, menunjuk gambar), cek kesehatan gigi bersama dokter gigi, penimbangan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala (sampai dibuka bajunya, seniat itu), cek kesehatan umum bersama dokter umum. Feedbacknya juga benar-benar diperhatikan, sampai laporannya dikirim lewat surat.
Mirip posyandu kalau di Indonesia, tapi karena bukan posyandu, tes kesehatannya gak dilakukan tiap bulan. Jadi kalau mau tahu beratnya berapa, ya harus punya timbangan sendiri di rumah. Selain itu, di kantor kecamatan juga gak dikasih kacang ijo atau bubur sumsum. Ini yang sangat menyedihkan.
Begitu kira-kira kesan yang gue tangkap tentang Jepang yang (beneran) ramah anak. Kalau belum percaya, semoga bisa tinggal disini juga biar bisa lihat sendiri. Atau minimal jenguk Aisyah sekalian bawain sambal Bu Rudy atau kerupuk putih warteg, gitu.
Aisyah Rahmayanti
Ibu Rumah Tangga (yang sayang anak)
Kobe, Jepang
23 Maret 2019
Comments
Post a Comment