Persaingan panas pada pemilu 2019 antara kedua kandidat presiden, Pak Jokowi dan Pak Prabowo, sudah terasa bahkan dari jauh-jauh hari sebelum hari-H pemilu. Kerasnya persaingan ini bahkan membentuk 2 kubu 3 kubu di masyarakat Indonesia, yaitu kubu cebong sebagai pendukung Jokowi, kubu kampret sebagai pendukung Prabowo, dan kubu pendukung Nurhadi-Aldo kubu golput atau tidak mau memilih.
Nah di tulisan kali ini gue akan menyorot beberapa poin yang menurut gue absurd mengenai pemilu kali ini, tertarik? Silahkan dibaca!
Ujaran Kebencian
Sepenglihatan gue saat memantau medsos, terutama facebook, kedua kubu ini sering saling melempar data atau pendapat tentang keunggulan pasangan kandidat presiden yang didukungnya. Tidak luput juga kekurangan dari pasangan kandidat presiden yang tidak didukungnya yang kadang disertai dengan ujaran kebencian. Ujaran kebencian ini mulai dari yang halus sampai yang jelas-jelas menghina, entah menghina sifat, fisik, bahkan keluarga atau lingkaran dari pasangan kandidat presiden yang tidak didukung.
Sewaktu masa kampanye, gue pribadi sangat menunggu ada share atau pembagian informasi di medsos mengenai keunggulan atau program kerja masing-masing kandidat presiden dan wakil presiden, terutama sih program kerja yang kalo bisa ada rencana realisasinya. Tapi kenyataannya kebanyakan yang gue liat malah post atau share yang saling menghina dan menjatuhkan kedua kandidat.
Gue berusaha terus menunggu sampe masa kampanya mau berakhir, tapi kenyataannya ya gitu-gitu aja, jarang ada post yang membagikan tentang keunggulan dibandingkan dengan ujaran kebencian. Post semacam "jangan pilih presiden X karena menyerang ulama" atau "jangan pilih presiden Y karena masa lalunya menakutkan" lebih sering gue temuin di medsos.
Banyak juga yang bahas membawa-bawa agama, contohnya "kafir kalo tidak memilih presiden V" atau "gue milih presiden Z karena ulama W milih dia." Menurut gue sih karena dua-duanya sama beragama Islam dan gak ada yang bisa menilai keshalihan orang selain Alah, jadi isu agama itu udah jadi isu usang menurut gue.
Akhirnya gue merasa kalo berharap terlalu tinggi sama masyarakat. Mungkin emang masyarakat kita yang lebih suka sama jenis kampanye yang saling jelek-jelekin. Mungkin pembuat narasi lebih senang menargetkan kaum fanatik yang tentunya sangat senang dan bertambah militansinya kalau calon presiden yang dibencinya ketahuan yang jeleknya. Mungkin pula orang kaya gue yang berharap agar lebih banyak program-program yang dibagikan itu jumlahnya sangat sedikit. Ya semua emang cuma mungkin, kita gak pernah tau mana yang bener kan.
Merasa Paling Benar dengan Pilihannya
Banyak orang yang gue temuin udah yakin dengan pilihannya. Itu hal yang sangat bagus emang, udah yakin mau milih kandidat presiden yang mana sejak awal. Akan tetapi, gak jarang gue temuin juga yang udah yakin dan merasa pilihannya itu paling benar, tidak punya salah, bahkan mungkin sampai ke level setengah dewa.
Contoh paling gampang tuh sering gue nemuin kalimat begini "Cuma calon presiden pilihan gue ini yang pasti bisa menaikkan kondisi ekonomi Indonesia" atau "Calon presiden gue ini doang nih yang berani belain agama X, yang satu lagi mana berani." Ngedenger omongan kaya gitu biasanya gue cuma ngucap dalam hati "Hello! lo tau darimana kalo calon presiden lainnya gak bisa naikin kondisi ekonomi kita" atau "Woi, lo punya bukti apa sampe bilang calon presiden satunya lagi gak berani belain agama X."
Merasa yakin dengan calon presiden pilihan lo itu baik, baik banget malah. Tapi kalo lo merasa pilihan lo itu yang paling bener segalanya, gue memilih sepakat untuk tidak bersepakat sama lo. Setiap masing-masing calon presiden kita tuh ada kekurangannya kok. Lo gak tau kekurangan calon presiden yang lo junjung tinggi? Sini ngobrol langsung.
Upaya Delegitimasi Quick Count dan KPU
Gak percaya hasil quick count? Boleh. Tapi jangan menuduh kalo mereka disuap atau ada manipulasi hasil. Tau kan kalo menuduh terus ternyata kenyataannya gak begitu tuh jadinya fitnah? Bagi yang beragama Islam, tau kan dosanya fitnah kaya apa?
Curiga sih boleh, tapi jangan sampai menuduh. Emang gak ada jalan yang lebih elegan untuk nyampein kecurigaan lo itu? Gue agak heran kenapa sih pada seneng nambahin stok dosa diri sendiri.
Gak percaya hasil real count dari masing-masing tim pemenangan masing-masing kandidat presiden yang gak lo pilih? Boleh. Yang penting lo gak menuduh mereka berbohong aja.
Namanya juga tim pemenangan kan, kemungkinan besar sarat kepentingan. Tapi kita gak pernah tau kan proses perhitungan real count mereka gimana, kalo ternyata mereka jujur gimana? Kita gak pernah tau kan.
Menuduh KPU curang dengan bukti form C1 yang tidak sesuai dengan data yang dimasukkan di website? Gue mau nanya balik nih, kenapa gak hal yang pertama kali kalian pikirin tentang ketidaksesuaian itu adalah karena kesalahan akibat kelelahan atau kelalaian petugas saat memasukkan data?
Terus emang persentase kesalahannya itu berapa persen sih dibandingkan yang bener datanya? Apakah dengan persentase itu kita pantas menuduh KPU curang?
Selain itu, bukannya perhitungan yang sebenarnya itu masih dilakukan manual dan berjenjang? Bukannya saksi dari masing-masing parpol atau tim pemenangan juga akan berkutat di proses tersebut?
Sebegitu mudahkah kita sekarang menebar tuduhan?
Semoga dengan tulisan ini, uneg-uneg gue tentang kondisi sekarang bisa tersampaikan. Semoga kita tetap bisa rukun dan damai. Jangan mudah terprovokasi.
Adam Prabata
Kobe, Jepang
23 April 2019
Setujuuuuu...
ReplyDeleteSemoga kita tetap bisa rukun dan damai. Gak gampang terprovokasi.
.....
[ ]
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
ReplyDeletehanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^