Skip to main content

Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 1)



Mengusahakan selalu tetap bersama keluarga apapun dan bagaimanapun kondisinya adalah suatu komitmen yang gue dan istri buat sewaktu memutuskan untuk menikah. Long distance marriage atau biasa dikenal dengan LDM bukanlah opsi untuk kami dan kalaupun itu harus terjadi, gue bertekad akan mengusahakan itu hanya akan terjadi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Part. 1
INDONESIA (Sebelum Keberangkatan)

Ujian terjadi pada Juni 2018, yaitu saat gue mendapatkan pengumuman kalo keterima kuliah di Kobe University, Jepang. Sebelum pengumuman itu gue cukup santai karena mikirnya "ah bakalan bisa langsung bawa keluarga ini kalo kuliah di Jepang." 

Tapi kenyataannya tidak sesederhana itu, di salah satu berkas pengumuman yang gue dapet, ada tulisan kalo gue hanya akan mendapatkan asrama single. Bahkan setelah dikonfirmasi ke bagian kemahasiswaan kampus, mereka nyuruh gue dateng duluan, baru bisa ngurus sendiri untuk kedatangan keluarga.

Menghadapi kenyataan begitu, gue gak lantas putus asa. Gue coba-coba nyari informasi, baik itu dari internet atau dari temen dan alumni yang pernah kuliah di Jepang. Nah informasi yang sempet gue kumpulin waktu itu antara lain berasal dari:

Internet
Salah satu sumber informasi gue adalah dari internet, terutama blog-blog yang bercerita tentang membawa keluarga ke Jepang. Kesimpulan yang gue dapet dari blog-blog tersebut kurang lebih ada dua pilihan, antara lain:

1. Datang terlebih dahulu, kemudian mengurus berkas untuk membawa keluarga

(+) Lebih mudah, risiko minimal, bisa terlebih dahulu beradaptasi agar siap saat membawa keluarga
(-) Ada waktu, biasanya 6 bulan, berpisah dengan keluarga

2. Datang langsung bersama keluarga, kemudian mengurus berkas bersama di Jepang

(+) Tidak ada fase tidak bersama keluarga
(-) Lebih rumit pengurusannya baik di Indonesia maupun di Jepang dan berisiko dipulangkan sementara ke Indonesia bila pengurusan berkas di Jepang belum selesai

Teman (Alumni Master di Jepang)
Kebetulan banget pas waktu pengumuman itu, gue punya temen SMA yang baru banget beres ngambil master di Jepang, namanya Pakol. Gue sempet denger tuh kalo dia berhasil ngebawa istrinya langsung ke Jepang. Nah tau hal itu, gue langsung segera bikin janji untuk ngobrol sama dia dan istrinya.

Ternyata dia berhasil langsung ngebawa istrinya karena kampusnya juga memfasilitasi, jadi ketika dia bilang mau dateng bareng istrinya, kampus langsung nyediain asrama bareng keluarga. Bahkan kalo gak salah dosennya juga memfasilitasi untuk pembuatan visa istrinya. Gileee baik bener deh ini kombinasi kampus dan dosennya.

Gue yang ngedenger hal kaya gitu langsung dong coba lagi menghubungi bagian kemahasiswaan kampus dengan semangat. Sayangnya, kampus gue gak bisa memfasilitasi seperti kampus temen gue itu. 

Teman (Sedang Berkuliah di Jepang)
Gue kebetulan juga punya beberapa teman dan senior, baik semasa di kampus atau SMA, yang sedang berkuliah di Jepang. Hasil dari nanya-nanya ke mereka, ternyata mereka semua berpendapat sama kalo lebih baik datang dahulu ke Jepang, keluarga menyusul kemudian

Selama gue mengumpulkan informasi itu, gue selalu nyeritain hasil informasinya dan berdiskusi sama istri. Setelah akhirnya informasinya kami rasa cukup, baru kami berusaha membuat kesimpulan.

Hasil dari diskusi kami berdua adalah gue berangkat duluan ke Jepang, TAPI mengusahakan secepetnya keluarga menyusul. Target kami waktu itu awalnya adalah minimal 1 bulan, maksimal 6 bulan. Kenapa mau cepet-cepet banget? Ya jelas karena LDM itu harus kita enyahkan dari kamus kehidupan, hahaha.

Setelah keputusan diambil, gue pun mulai menyusun timeline untuk membawa keluarga ke Jepang. Timeline itu gue bikin berdasarkan kebutuhan persyaratan untuk ngurus COE. COE atau certificate of eligibility itu adalah dokumen penting yang mesti gue urus dan kirimkan ke Indonesia agar keluarga gue bisa mengurus visa dependent

Oiya, COE ini penting banget dan cukup ribet. Nanti gue akan bikin post khusus untuk ini ya.

Timeline kasar yang waktu itu gue susun kira-kira begini:

SEPTEMBER
Sebelum berangkat: 
Bawa semua dokumen asli dan fotokopian yang akan dibutuhin sewaktu bikin COE. Dokumen asli punya anggota keluarga yang gue bawa waktu itu adalah buku nikah dan akta kelahiran anak. Fotokopian dokumen anggota keluarga yang gue bawa antara lain paspor istri dan anak, kartu keluarga, dan ktp istri. Satu lagi yang gak boleh ketinggalan adalah pas foto yang tentunya udah sesuai persyaratan untuk COE, agak beda loh sama pas foto biasa untuk KTP atau kepentingan di Indonesia.

OKTOBER
Minggu 1: Mengurus kartu-kartu dan keperluan mendasar untuk hidup di Jepang. Melengkapi detail persyaratan COE. Mencicil dokumen dokumen yang penting untuk COE.
Minggu 2: Menyiapkan dan merapikan dokumen untuk COE.
Minggu 3-4: Mendaftarkan dokumen untuk COE ke Kantor Imigrasi di Kobe.

NOVEMBER
Minggu 1-4: Menunggu apabila ada dokumen yang kurang dan segera mengirimkan ke Indonesia bila COE sudah jadi. Mempersiapkan tempat tinggal bila COE sudah dikirim ke Indonesia. 

DESEMBER-FEBRUARI
Istri dan anak datang ke Indonesia bersama mertua.

Akhirnya pada tanggal 26 September 2018, gue pun berangkat ke Jepang untuk memulai perjalanan kuliah dengan fokus awal membawa keluarga. Ngelihat muka istri yang nangis dan anak yang gak ngerti pas gue berangkat semakin memperkuat komitmen untuk segera memboyong istri dan anak ke Jepang.

To be continued ...

Untuk yang penasaran sama sambungannya, silahkan dibaca di sini ya Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 2)



Adam Prabata
Kobe, Jepang
1 April 2019



Comments

Popular posts from this blog

Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 2)

Part. 2 JEPANG (Setelah Keberangkatan) Buat yang belum baca part. 1 nya, silahkan baca dulu disini ya supaya lebih nyambung  Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 1) Residence Card, Juminhyo, dan Asuransi Kesehatan Gue sampe di Jepang pada tanggal 27 September 2018. Hal yang gue lakukan pertama kali adalah membuat residence card dan asuransi kesehatan . Residence card  ini adalah kartu identitas kita selama disini, ya mirip mirip KTP lah kalo di Indonesia. Asuransi Kesehatan itu langsung gue buat karena emang biaya kesehatan di sini mahal banget. Oiya, pembuatan residence card  dan asuransi kesehatan disini sangat cepat, cuma 1-2 jam. Beda jauh sama pembuatan KTP di Indonesia yang bisa sampe 6 bulan, itu aja kadang belom tentu udah jadi, hahaha. Setelah itu gue juga membuat Juminhyo  yaitu surat alamat tempat tinggal kita. Pembuatannya juga gak sampai 1 jam. Residence card , asuransi kesehatan, dan juminhyo  ini dibuatnya di satu tempat,...

Sandwich Generation, Apakah Itu dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Apakah kalian pernah mendengar sandwich generation? Apakah kalian mengerti arti dari sandwich generation? Atau jangan-jangan malah kalian termasuk sandwich generation? Pertama kali gue mengetahui atau mendengar mengenai sandwich generation  adalah dari akun penasihat finansial yang hits di instagram, yaitu Jouska. Sebelumnya gue gak pernah mendengar istilah ini sama sekali karena memang di keluarga dan lingkaran pertemanan gue tidak ada yang berminat membicarakan perencanaan keuangan. Jadi apa itu sandwich generation ? Sandwich generation adalah generasi yang harus membiayai orang tua padahal mereka harus juga membiayai anak mereka (Merriam-webster).   Situasinya biasanya adalah pasangan yang sudah menikah, tidak menutup juga yang belum menikah, berusia 30-40 tahun, dengan tanggungan anak yang butuh dibiayai kehidupan dan pendidikannya. Pada saat bersamaan, pasangan tersebut juga memiliki orang tua yang sudah sepuh serta tidak berpenghasila...

Selamat Ulang Tahun yang ke-2 Bang Arka!!

Hari ini, waktu fajar menjelang, tepat 2 tahun yang lalu engkau dilahirkan. Setengah gak percaya juga akhirnya aku menjadi seorang ayah. Ya, aku, orang yang masih banyak kekurangan di segala aspek, ternyata dipercaya oleh Allah untuk mengemban amanah berupa seorang anak laki-laki. Waktu terus berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembanganmu. Mulai dari hanya bisa menangis, kemudian merayap, merangkak, berjalan, melompat, hingga sekarang bisa ikut menirukan bahkan mengobrol dengan ayah dan bunda. Aku sebagai seorang ayah selalu berusaha membersamaimu dan selalu berusaha menjadi yang pertama, minimal kedua setelah bunda, yang menyaksikan langkah pertamamu dalam menjalani setiap tahapan. Aku sebagai ayah hanya ingin mengucapkan Selamat ulang tahun Bang Arka! Semoga Allah selalu mengaruniamu umur panjang, kesehatan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Semoga Allah juga mengarunia kesehatan dan umur panjang kepada ayah dan bunda agar selalu bisa menjaga d...