Skip to main content

3 Formula Ajaib Mengatasi Rasa Khawatir atau Cemas



"Aduh, gue belum bikin PR sama sekali nih, padahal 1 jam lagi harus dikumpul"

"Laporan gue belom ada bahannya sama sekali nih, padahal minggu depan harus disetor"

"Makan malem gak ya? takut gendut nih"

"Umur udah 35 nih, masih ada yang mau gak ya nikah sama gue?"



Pernah merasakan perasaan tersebut? Pernah merasa sangat khawatir sampai sulit tidur? atau malah pernah merasakan kekhawatiran terus menerus sepanjang hari?

Gue dulu juga suka merasa khawatir, terutama kalo ada hal atau kejadian yang terjadi di luar rencana. Biasanya gue merasa khawatir terus lanjut jalan muter-muter sambil mikir, kadang dibawa tidur biar gak kepikiran terus.

Gue tau kalo kebiasaan khawatir atau cemas ini sebenernya kontraproduktif. Gue akan berkutat terus di pikiran gue ditemani dengan perasaan cemas itu dan akhirnya gak ngerjain atau ngelakuin apa-apa. Pembelaan gue saat itu adalah "Ya mau gimana lagi, mana bisa gue kerja dengan benar kalo lagi merasa khawatir kaya gini."

Kebiasaan itu terus berulang sampai di suatu titik gue baca buku dari Dale Carnegie, yang berjudul How to Stop Worrying and Start Living. Buku ini sangat merubah pandangan dan perilaku gue terhadap perasaan khawatir atau cemas yang suka kadang muncul. 



Salah satu bagian paling menarik dari buku itu adalah penulisnya membagikan suatu formula ajaib siap pakai yang bisa lo pake untuk mengatasi rasa cemas. Setelah gue coba praktekin, hasilnya adalah "Wah gileee, efektif banget ini caranya."

Karena hasilnya sangat efektif untuk meredam kekhawatiran menurut gue, makanya di tulisan kali ini gue akan membagi 3 formula ajaib itu. Selamat membaca dan jangan lupa dipraktekan!

1. Ketika lo mendapat masalah yang membuat khawatir, tanya pada diri sendiri "Apa akibat paling buruk yang dapat terjadi kalo lo tidak bisa menyelesaikan masalah itu?"

2. Persiapkan diri lo untuk menerima akibat paling buruk itu

3. Mulai bertindak untuk membuat akibat paling buruk tersebut menjadi lebih baik

Wah, kok susah banget ya kayanya, ribet pula mesti begitu segala.

Ya kalo lo mau tetap berkubang di dalam perasaan cemas terus menerus sih silahkan aja, gue gak melarang. Tapi kalo lo mau meningkatkan kemampuan diri lo dalam menghadapi perasaan cemas atau khawatir itu, silahkan dicoba formulanya. Gue juga akan menjabarkan masing-masing formula tersebut beserta contohnya dalam kehidupan sehari-hari.

Yok kita mulai langsung dengan contoh aja biar gampang.

Contoh 1:
Gue bekerja sebagai dokter dan secara tidak sengaja melakukan kesalahan fatal saat bekerja di rumah sakit dan gue sangat khawatir kalo atasan dan masyarakat sampai tahu.

Mengikuti formula nomor 1, dalam kasus ini gue akan langsung mencari akibat paling buruknya. Mungkin gue akan dipecat, mungkin surat izin praktik (SIP) gue dicabut, mungkin gue akan masuk koran atau TV karena malpraktek, mungkin gue akan masuk penjara, dan mungkin-mungkin lainnya. Tapi seenggaknya gue gak akan mati kan karena hal begini. 

Mengetahui gue gak akan mati, secara gak langsung gue jadi lebih tenang. Masuk penjara juga kemungkinannya kecil banget dengan kesalahan tersebut. Kemudian gue merunut kemungkinan-kemungkinan buruk di atas, dan memilih kemungkinan SIP gue dicabut dan tidak bisa praktik lagi sebagai dokter. 

Berikutnya, gue mengikuti formula nomor 2, yaitu dengan mulai mempersiapkan diri seandainya kemungkinan terburuk itu terjadi. Gue menenangkan dan meyakinkan diri kalo gue siap seandainya kemungkinan terburuk tersebut terjadi. Gue juga mulai melist pilihan karir lain selain dokter, mungkin jadi guru, jadi penulis, atau jadi profesi lainnya.

Setelah gue berhasil mempersiapkan diri, gue mulai bertindak untuk memperbaiki keadaan, sesuai formula nomor 3. Gue langsung melapor dengan jujur ke atasan gue tentang kesalahan yang gue alami dan meminta pendapat serta solusi dari beliau. Gue menanyakan ke teman gue yang sarjana hukum tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi ke gue. Gue juga berkoordinasi dengan sesama dokter dan perawat yang bekerja saat kesalahan tersebut terjadi. Intinya gue bertindak untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Pada akhirnya kesalahan fatal tersebut gak berbuntut panjang dan gue tetap bisa berpraktik sebagai dokter. Seandainya gue menghabiskan waktu dengan cemas atau bersedih sepanjang waktu menunggu kesimpulan dari kesalahan fatal itu, mungkin gue akan jadi tidak produktif dan sangat menyebalkan sepanjang waktu itu. Mungkin juga gue malah akan melakukan tindakan yang merugikan posisi gue sendiri dan buntut dari kesalahan fatal tersebut akan panjang. 

Contoh 2:
Laporan skripsi gue belum selesai padahal tinggal kurang dari sebulan lagi sebelum batas terakhir penyerahan berkas skripsi.

Menghadapi masalah di atas, gue langsung mengambil langkah sesuai formula nomor 1. Kemungkinan terburuk yang gue bakal alamin adalah gue telat lulus dan gak bareng temen-temen seangkatan saat wisuda dan pelantikan dokter, terus bayaran kuliah gue nambah yang bisa bikin dimarahin orang tua. Ya seenggaknya gue gak akan mati, masuk penjara, atau masuk neraka kan gara-gara hal begini, mengetahui hal itu aja udah bisa bikin lebih tenang.

Langkah berikutnya sesuai dengan formula nomor 2, gue mulai menyiapkan diri dan hati gue seandainya kemungkinan terburuk itu terjadi. Mulai banyak-banyak doa juga gue.

Setelah diri gue siap, gue mulai melakukan tindakan-tindakan untuk membuat supaya akibatnya jadi lebih baik. Gue mulai menyeriuskan diri dalam menggarap skripsi, gue juga melobi dosen pembimbing dan mengutarakan keinginan agar lulus tepat waktu, gue rutin menghampiri dosen pembimbing, dan gue juga bersiap untuk sidang seandainya diizinkan.

Pada akhirnya semesta mendukung dan gue bisa lulus tepat waktu. Seandainya gue terus berkubang di dalam rasa khawatir, bisa aja malah gue jadinya gak produktif dan lulus tidak tepat waktu.

Sekian dulu nih tulisan kali ini, semoga membantu untuk yang sering merasa khawatir atau cemas. Kalo lo mau baca lebih detail silahkan cari bukunya, bagus banget isinya. 

Selalu ingat juga kalo 99% dari hal yang lo khawatirkan itu tidak akan terjadi.

Adam Prabata
Kobe, Jepang
11 April 2019



Comments

  1. baru-baru ini.. ane baca bukunya mark mansion, yang judulnya "Sebuah seni untuk bersikap bodo amat" lumayan buat buka pandangan soal hidup.. makasih rekomendasi bukunya.. ane suka model2 buku kyk bgini wk

    ReplyDelete
  2. permasalahan dan penyelesaian sangat detail.bisa membantu kita mengatasi rasa khawatir yang terkadang datang diwaktu yang tidak tepat.

    salam www.teknologivirals.online

    ReplyDelete
  3. Saya sering ngeras panik mungkin cara diatas bisa saya gunakan

    seputar-seluler.blogspot.com

    ReplyDelete
  4. saya akan coba tips nya deh gan, btw bukunya ada di dijual di gramedia gak yah

    ReplyDelete
  5. Boleh nih dicoba
    Salam
    https://www.apkmod33.xyz/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 2)

Part. 2 JEPANG (Setelah Keberangkatan) Buat yang belum baca part. 1 nya, silahkan baca dulu disini ya supaya lebih nyambung  Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 1) Residence Card, Juminhyo, dan Asuransi Kesehatan Gue sampe di Jepang pada tanggal 27 September 2018. Hal yang gue lakukan pertama kali adalah membuat residence card dan asuransi kesehatan . Residence card  ini adalah kartu identitas kita selama disini, ya mirip mirip KTP lah kalo di Indonesia. Asuransi Kesehatan itu langsung gue buat karena emang biaya kesehatan di sini mahal banget. Oiya, pembuatan residence card  dan asuransi kesehatan disini sangat cepat, cuma 1-2 jam. Beda jauh sama pembuatan KTP di Indonesia yang bisa sampe 6 bulan, itu aja kadang belom tentu udah jadi, hahaha. Setelah itu gue juga membuat Juminhyo  yaitu surat alamat tempat tinggal kita. Pembuatannya juga gak sampai 1 jam. Residence card , asuransi kesehatan, dan juminhyo  ini dibuatnya di satu tempat,...

Sandwich Generation, Apakah Itu dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Apakah kalian pernah mendengar sandwich generation? Apakah kalian mengerti arti dari sandwich generation? Atau jangan-jangan malah kalian termasuk sandwich generation? Pertama kali gue mengetahui atau mendengar mengenai sandwich generation  adalah dari akun penasihat finansial yang hits di instagram, yaitu Jouska. Sebelumnya gue gak pernah mendengar istilah ini sama sekali karena memang di keluarga dan lingkaran pertemanan gue tidak ada yang berminat membicarakan perencanaan keuangan. Jadi apa itu sandwich generation ? Sandwich generation adalah generasi yang harus membiayai orang tua padahal mereka harus juga membiayai anak mereka (Merriam-webster).   Situasinya biasanya adalah pasangan yang sudah menikah, tidak menutup juga yang belum menikah, berusia 30-40 tahun, dengan tanggungan anak yang butuh dibiayai kehidupan dan pendidikannya. Pada saat bersamaan, pasangan tersebut juga memiliki orang tua yang sudah sepuh serta tidak berpenghasila...

Selamat Ulang Tahun yang ke-2 Bang Arka!!

Hari ini, waktu fajar menjelang, tepat 2 tahun yang lalu engkau dilahirkan. Setengah gak percaya juga akhirnya aku menjadi seorang ayah. Ya, aku, orang yang masih banyak kekurangan di segala aspek, ternyata dipercaya oleh Allah untuk mengemban amanah berupa seorang anak laki-laki. Waktu terus berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembanganmu. Mulai dari hanya bisa menangis, kemudian merayap, merangkak, berjalan, melompat, hingga sekarang bisa ikut menirukan bahkan mengobrol dengan ayah dan bunda. Aku sebagai seorang ayah selalu berusaha membersamaimu dan selalu berusaha menjadi yang pertama, minimal kedua setelah bunda, yang menyaksikan langkah pertamamu dalam menjalani setiap tahapan. Aku sebagai ayah hanya ingin mengucapkan Selamat ulang tahun Bang Arka! Semoga Allah selalu mengaruniamu umur panjang, kesehatan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Semoga Allah juga mengarunia kesehatan dan umur panjang kepada ayah dan bunda agar selalu bisa menjaga d...