Sebagai orang tua pemula dengan anak yang baru saja menginjak usia 2 tahun, gue sering sekali mendengar atau membaca kata-kata parenting dan segala macam varian serta metodenya yang kadang njelimet. Berbagai buku, website, hingga akun facebook dan instagram seakan berlomba-lomba memberikan pengetahuan dan wejangan mengenai parenting kepada gue yang awam ini.
Istri gue sebagai sesama orang tua pemula juga gak ketinggalan belajar dan sering share ke gue mengenai metode parenting yang baru saja dipelajarinya. Semakin gue terpapar dengan ilmu parenting ini tidak jarang gue lihat metode parenting ini saling bertolak belakang dan memuat banyak kontradiksi.
Kontradiksi antar Metode Parenting
Contoh hits kontradiksi yang gue temuin adalah metode baby led weaning (BLW) vs. memberi makan dengan disuapin. Metode BLW yang terkenal karena diendorse sukarela oleh Andien ini adalah metode dengan membiarkan anak menyuapi makanan untuk dirinya sendiri. Memberi makan dengan disuapin gue rasa sih gak perlu penjelasan lebih panjang ya. Kedua metode ini masing-masing bersikukuh dengan aliran dan pendapatnya masing-masing dan saling menonjolkan keunggulannya.
Sebenernya ada beberapa kontradiksi lain seperti parent-led parenting vs. baby-led parenting atau sleep alone vs. co-sleeping, tapi gak bakal gue bahas di tulisan ini karena bakalan jadi panjang banget nanti.
Poin utama dari kontradiksi yang terjadi antar metode parenting ini adalah jarang sekali gue lihat metode yang menunjukkan keefektivan metodenya dengan parameter dan data yang adekuat. Klaim-klaim keberhasilan atau keefektivan dari metode-metode tersebut mayoritas ditunjukkan oleh cerita-cerita yang membahas suatu kasus. Poin ini memunculkan pertanyaan dalam benak gue yaitu:
"Apakah satu atau beberapa kasus itu dapat menjadi gambaran keefektivan metode tersebut untuk mayoritas orang tua dan anak?"
Seberapa efektif metode parenting?
Sentakan mengenai kontradiksi antar metode parenting tersebut gue dapatkan saat membaca buku Freakonomics yang ditulis oleh Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner. Ini salah satu buku yang isinya kontroversial dan menyulut masalah, namun isinya mengandung kebenaran yang berdasarkan data yang diolah dengan baik. Buat yang mau baca lebih lanjut, silahkan dibaca aja bukunya, terutama di bab 5 dan 6.
Penilaian yang digunakan sebagai hasil oleh penulis buku ini adalah nilai ujian awal anak saat baru masuk sekolah. Nilai ujian digunain karena ini sesuatu yang objektif, bukan subjektif seperti kebahagiaan, kemampuan bersosialisasi, atau kreativitas.
Nilai yang digunakan adalah saat awal anak baru masuk sekolah agar faktor asuhan orang tua masih cukup besar dan faktor dari sekolah itu sendiri belum terlalu berpengaruh. Selain itu, nilai ujian yang memuaskan juga secara langsung atau tidak langsung mencerminkan kemampuan seorang anak yang menjadi salah satu target dari metode parenting sendiri.
Gue akan mengutip sedikit isi buku ini biar gampang ngejelasinnya ya.
Ada beberapa poin dibawah yang terkait signifikan dengan nilai ujian awal anak dan ada yang tidak terkait.
* Anak berasal dari orang tua dengan pendidikan tinggi
* Anak berasal dari keluarga yang masih utuh
* Anak berasal dari keluarga dengan status sosioekonomi yang tinggi
* Keluarga anak baru pindah ke lingkungan yang lebih baik
* Ibu tidak bekerja sejak melahirkan anak hingga anak masuk TK
* Usia ibu di atas sama dengan 30 tahun saat melahirkan anak pertama
* Anak memiliki berat badan lahir rendah (BBLR)
* Anak mengikuti pendidikan usia dini
* Orang tua rutin berbahasa ibu (Indonesia) di rumah
* Orang tua rutin mengajak anak ke museum
* Orang tua adopsi
* Anak rutin ditampar atau dipukul
* Orang tua aktif dan bergabung dalam asosiasi guru dan orang tua siswa
* Anak rutin menonton televisi
* Anak memiliki banyak buku di rumah
* Orang tua membacakan buku atau cerita untuk anaknya hampir setiap hari
Sebelum baca lebih lanjut, coba ditebak-tebak dulu mana yang berpengaruh signifikan dan mana yang enggak. Total ada 16 poin di atas, 8 di antaranya signifikan dan 8 di antaranya enggak.
Udah beres nebak-nebaknya? Ayo lanjut baca
Nah, ternyata faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ujian anak saat awal masuk sekolah adalah:
1. Anak berasal dari orang tua dengan pendidikan tinggi
2. Anak berasal dari keluarga dengan status sosioekonomi yang tinggi
3. Usia ibu di atas sama dengan 30 tahun saat melahirkan anak pertama
4. Anak memiliki banyak buku di rumah
5. Anak memiliki berat badan lahir rendah (BBLR)
6. Orang tua rutin berbahasa ibu (Indonesia) di rumah
7. Orang tua adopsi
8. Orang tua aktif dan bergabung dalam asosiasi guru dan orang tua siswa
Sedangkan sisanya sama sekali tidak terkait.
Bagaimana tebakan kalian? Lebih banyak yang tepat atau lebih banyak yang salah?
Gue nebak nih respon kalian dalam hati begini:
"Hah? masa ikut pendidikan anak usia dini gak ngaruh sih?"
"Ah salah nih, masa sering bacain buku atau cerita buat anak gak ngaruh? yang bener aja?"
"loh ngajak anak ke museum gak bikin nilai bagus ya? kirain iya"
Respon-respon semacam ini biasanya akan keluar setelah ngeliat hasil penelitian ini. Tapi ya data adalah data, kita gak bisa bilang apa-apa.
Things that parents are NOT things that parents do
Kalau kita melakukan generalisir dari hasil-hasil yang signifikan di atas, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan adalah things that parents are, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh signifikan adalah things that parents do.
*things that parents are maksudnya siapa sih orang tua nya, seperti apa, bagaimana kondisi dan karakteristiknya, sedangkan things that parents do maksudnya apa sih yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, metode-metode parenting itu juga termasuk ke dalam apa yang "dilakukan" oleh orang tua kan?
Atau jangan-jangan belajar parenting itu sebenernya gak terlalu berpengaruh? Karena yang lebih berpengaruh adalah siapa orang tua nya.
Atau jangan-jangan kita sebagai orang tua belajar parentingnya terlambat? Karena kebanyakan dari kita belajar saat mau atau sudah memiliki anak, sedangkan sedikit banyak anak tersebut akan terpengaruh terlebih dahulu oleh kita "yang asli" sebelum terpapar oleh metode parenting yang kita pelajari.
Untungnya tidak ada kata terlambat dalam belajar, sedikit banyak metode parenting yang kita pelajari sebagai orang tua akan berefek entah lebih baik atau lebih buruk kepada anak kita atau bahkan diri kita sendiri.
Gue bikin tulisan ini bukan artinya tidak menyarankan pembaca untuk belajar. Belajar itu selalu baik, apapun bentuknya, termasuk belajar metode parenting. Terlambat belajar juga gapapa kan daripada gak sama sekali?
Adam Prabata
14 Mei 2019
Kobe, Jepang
Nilai yang digunakan adalah saat awal anak baru masuk sekolah agar faktor asuhan orang tua masih cukup besar dan faktor dari sekolah itu sendiri belum terlalu berpengaruh. Selain itu, nilai ujian yang memuaskan juga secara langsung atau tidak langsung mencerminkan kemampuan seorang anak yang menjadi salah satu target dari metode parenting sendiri.
Gue akan mengutip sedikit isi buku ini biar gampang ngejelasinnya ya.
Ada beberapa poin dibawah yang terkait signifikan dengan nilai ujian awal anak dan ada yang tidak terkait.
* Anak berasal dari orang tua dengan pendidikan tinggi
* Anak berasal dari keluarga yang masih utuh
* Anak berasal dari keluarga dengan status sosioekonomi yang tinggi
* Keluarga anak baru pindah ke lingkungan yang lebih baik
* Ibu tidak bekerja sejak melahirkan anak hingga anak masuk TK
* Usia ibu di atas sama dengan 30 tahun saat melahirkan anak pertama
* Anak memiliki berat badan lahir rendah (BBLR)
* Anak mengikuti pendidikan usia dini
* Orang tua rutin berbahasa ibu (Indonesia) di rumah
* Orang tua rutin mengajak anak ke museum
* Orang tua adopsi
* Anak rutin ditampar atau dipukul
* Orang tua aktif dan bergabung dalam asosiasi guru dan orang tua siswa
* Anak rutin menonton televisi
* Anak memiliki banyak buku di rumah
* Orang tua membacakan buku atau cerita untuk anaknya hampir setiap hari
Sebelum baca lebih lanjut, coba ditebak-tebak dulu mana yang berpengaruh signifikan dan mana yang enggak. Total ada 16 poin di atas, 8 di antaranya signifikan dan 8 di antaranya enggak.
Udah beres nebak-nebaknya? Ayo lanjut baca
Nah, ternyata faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai ujian anak saat awal masuk sekolah adalah:
1. Anak berasal dari orang tua dengan pendidikan tinggi
2. Anak berasal dari keluarga dengan status sosioekonomi yang tinggi
3. Usia ibu di atas sama dengan 30 tahun saat melahirkan anak pertama
4. Anak memiliki banyak buku di rumah
5. Anak memiliki berat badan lahir rendah (BBLR)
6. Orang tua rutin berbahasa ibu (Indonesia) di rumah
7. Orang tua adopsi
8. Orang tua aktif dan bergabung dalam asosiasi guru dan orang tua siswa
Sedangkan sisanya sama sekali tidak terkait.
Bagaimana tebakan kalian? Lebih banyak yang tepat atau lebih banyak yang salah?
Gue nebak nih respon kalian dalam hati begini:
"Hah? masa ikut pendidikan anak usia dini gak ngaruh sih?"
"Ah salah nih, masa sering bacain buku atau cerita buat anak gak ngaruh? yang bener aja?"
"loh ngajak anak ke museum gak bikin nilai bagus ya? kirain iya"
Respon-respon semacam ini biasanya akan keluar setelah ngeliat hasil penelitian ini. Tapi ya data adalah data, kita gak bisa bilang apa-apa.
Things that parents are NOT things that parents do
Kalau kita melakukan generalisir dari hasil-hasil yang signifikan di atas, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan adalah things that parents are, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh signifikan adalah things that parents do.
*things that parents are maksudnya siapa sih orang tua nya, seperti apa, bagaimana kondisi dan karakteristiknya, sedangkan things that parents do maksudnya apa sih yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, metode-metode parenting itu juga termasuk ke dalam apa yang "dilakukan" oleh orang tua kan?
Kalo berdasarkan hasil ini, siapa orang tua nya itu lebih berpengaruh terhadap anak dibandingkan apa yang dilakukan orang tua nya. Mungkin metode atau teknik parenting yang terlalu overrated dan fantastis bombastis.
Atau jangan-jangan belajar parenting itu sebenernya gak terlalu berpengaruh? Karena yang lebih berpengaruh adalah siapa orang tua nya.
Mungkin cara terbaik untuk mengasuh dan mendidik anak adalah dengan memperbaiki diri sendiri, termasuk kondisi sosioekonomi, sebelum menikah dan mencari pasangan yang tepat.
Perlukah belajar metode parenting?
Atau jangan-jangan kita sebagai orang tua belajar parentingnya terlambat? Karena kebanyakan dari kita belajar saat mau atau sudah memiliki anak, sedangkan sedikit banyak anak tersebut akan terpengaruh terlebih dahulu oleh kita "yang asli" sebelum terpapar oleh metode parenting yang kita pelajari.
Untungnya tidak ada kata terlambat dalam belajar, sedikit banyak metode parenting yang kita pelajari sebagai orang tua akan berefek entah lebih baik atau lebih buruk kepada anak kita atau bahkan diri kita sendiri.
Gue bikin tulisan ini bukan artinya tidak menyarankan pembaca untuk belajar. Belajar itu selalu baik, apapun bentuknya, termasuk belajar metode parenting. Terlambat belajar juga gapapa kan daripada gak sama sekali?
Adam Prabata
14 Mei 2019
Kobe, Jepang
ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
ReplyDeletehanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^