Skip to main content

Ramadan dan Lebaran di Negeri Sakura


“Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar.
Laa illaa ha illaallahu wallahu akbar.
Allahu akbar wa lillahilhamd.”
Suara takbir berkumandang, terdengar dari youtube. Ya maklum, masjidnya jauh. Anyway, selamat hari kemenangan, Idul Fitri 1440 H! Maaf lahir batin yaaa. Semoga amal ibadah kita semua diterima Allah swt. Aamiinn.

Alhamdulillah, tahun ini pertama kalinya ngerasain puasa dan lebaran di tanah rantau, di negeri orang. Alhamdulillah juga jadi bisa ngerasain suasana yang totally beda dari suasana di Indonesia. Walaupun jadi sering sedih karena banyak yang dikangenin, pokoknya semua harus disyukuri ya, karena belum tentu bisa ketemu Ramadan dan ngerasain lebaran lagi tahun depan.

Flashback dikit mau ceritain tentang Ramadan disini. Sebenarnya kisah suka duka pertama kali ngerasain Ramadan di Jepang udah pernah gue ceritain sih ya waktu wawancara bareng CNN Indonesia. Yang belum nonton, bisa nonton di https://youtu.be/hm_UJA9y9Y0 (pamer dikit boleh dong wkwkwk). Tapi gapapa ya, gue ceritain lagi yang agak panjangan, kali aja bisa dibikin buku.

Jadi gini, emang Ramadhan disini gak begitu terasa. Semua berjalan seperti biasa. Biasa aja kalau ada yang makan siang-siang, biasa aja kalau ada tempat makan yang buka siang-siang, biasa aja jam kerjanya, gak jadi lebih cepat pulangnya. Jadi akutuh kadang suka lupa kalau ini lagi bulan Ramadhan.

Puasa hari pertama, Subuh jam 3.29 JST, Maghrib jam 18.48 JST. Dan tiap harinya, Subuh makin cepat semenit, Maghrib makin lama semenit. Sampai akhirnya, pas 30 Ramadan, Subuh jam 03.03 dan Maghrib jam 19.09. Jadi ya sekitar 15-16 jam puasa. Kebayang kan gimana lambung gue harus cepat beradaptasi. Tiga hari pertama sempat maag loh.

Selain durasinya yang jadi lebih lama, jarak masjid disini lumayan jauh, sekitar 9 km dari apartemen. Jadilah Ramadan tahun ini gak pernah tarawih di masjid (ya selain karena baru Isya jam 20.46 dan bawa toddler). Masjid aja jauh, apalagi abang-abang yang jual takjil. Tak terlihat sejauh mata memandang. 



Tapi duka selalu beriringan dengan suka. 
Sukanya apa?

Alhamdulillah, Ramadan tahun ini ngerasa bisa jadi lebih fokus ibadah. Kalo di Indonesia pasti banyak undangan bukber yang seringkali membuat sholat tarawih jadi terlewat karena kecapean pulang malam. Disini kalaupun ada bukber, diadain di rumah dan difasilitasi tarawih. Ya walaupun gue tetap tarawih di rumah bersama suami tercinta. Itung-itung bonding time yekan.
Alhamdulillah juga jadi (berasa) lebih sehat, karena gak buka puasa pake gorengan dan es buah. Cukup air putih dan kurma saja untuk menu takjilku. Ya karena sehari-hari buka puasanya cuma ditemenin Abang, kalo Sabtu Minggu baru (agak) mewah karena ada bukber hehehehe.
Dan Alhamdulillah juga jadi ngerasa punya teman-teman baru tapi rasa keluarga disini. Berkat mereka, aku jadi tidak kesepian. Berkat mereka, aku jadi bisa makan enak dan banyak. Berkat mereka, lauk untuk sahurku terselamatkan. Maklum, akutuh suka bangun mepet buat nyiapin sahur, jadi kalau tinggal angetin kan aman wkwkwk.
Begitu kurang lebih cerita Ramadanku tahun ini. Kalo Lebarannya gimana?
Alhamdulillah suami dapat libur satu hari. Jadi lebarannya juga cuma sehari hahaha. Dan Alhamdulillah berkat teman-teman disini yang seperti keluarga, kita bisa ngerasain keliling dan makan nastar juga opor ayam. The power of anak rantau.



Untuk sholat Id, disini ternyata agak beda sama di Indonesia. Gue sholat di Masjid Kobe (karena kebetulan suami ada urusan, jadi gak bisa sholat di KJRI Osaka). Bedanya, selain khutbahnya yang pakai bahasa Inggris, jumlah takbir di tiap rakaat juga beda. Kalau di Indonesia, rakaat pertama tujuh kali takbir, rakaat kedua lima kali takbir, nah di Masjid Kobe kemarin rakaat pertama cuma tiga kali takbir, rakaat kedua lima kali takbir tapi empat takbirnya setelah baca surat pendek. Karena gue gak tahu, jadilah salah, gue rukuk duluan. Rupanya masih takbir lagi. Ya mungkin beda mazhabnya ya, tak paham aku.



Selesai sholat, rupanya ada stand bazaar makanan. Sayang, gue gak sempat fotoin dan lihat langsung. Tapi menurut cerita teman-teman yang lihat dan beli, disana ada kebab dan es krim Turki. Memang menunya menu timur tengah. Waktu buka puasa, Masjid Kobe juga menyediakan makanan timur tengah.
Itu cerita hari pertama lebaran. Hari kedua? Sudah kembali seperti hari biasa. Suami sudah kembali ke lab, dan gue kembali di rumah bersama anak, mendengarkan celotehnya yang tak henti-henti seharian. Tapi walau bagaimanapun, Alhamdulillah lebaranku masih bisa bersama keluarga tercinta. Dan yang paling penting, semoga makna lebarannya sampai, yakni kembali suci dan menjadi hamba yang lebih taat.

Aisyah Rahmayanti
Warga Indonesia yang tidak pulang kampung
Kobe, Jepang
6 Juni 2019


Comments

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 2)

Part. 2 JEPANG (Setelah Keberangkatan) Buat yang belum baca part. 1 nya, silahkan baca dulu disini ya supaya lebih nyambung  Membawa Keluarga ke Jepang (Part. 1) Residence Card, Juminhyo, dan Asuransi Kesehatan Gue sampe di Jepang pada tanggal 27 September 2018. Hal yang gue lakukan pertama kali adalah membuat residence card dan asuransi kesehatan . Residence card  ini adalah kartu identitas kita selama disini, ya mirip mirip KTP lah kalo di Indonesia. Asuransi Kesehatan itu langsung gue buat karena emang biaya kesehatan di sini mahal banget. Oiya, pembuatan residence card  dan asuransi kesehatan disini sangat cepat, cuma 1-2 jam. Beda jauh sama pembuatan KTP di Indonesia yang bisa sampe 6 bulan, itu aja kadang belom tentu udah jadi, hahaha. Setelah itu gue juga membuat Juminhyo  yaitu surat alamat tempat tinggal kita. Pembuatannya juga gak sampai 1 jam. Residence card , asuransi kesehatan, dan juminhyo  ini dibuatnya di satu tempat,...

Sandwich Generation, Apakah Itu dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Apakah kalian pernah mendengar sandwich generation? Apakah kalian mengerti arti dari sandwich generation? Atau jangan-jangan malah kalian termasuk sandwich generation? Pertama kali gue mengetahui atau mendengar mengenai sandwich generation  adalah dari akun penasihat finansial yang hits di instagram, yaitu Jouska. Sebelumnya gue gak pernah mendengar istilah ini sama sekali karena memang di keluarga dan lingkaran pertemanan gue tidak ada yang berminat membicarakan perencanaan keuangan. Jadi apa itu sandwich generation ? Sandwich generation adalah generasi yang harus membiayai orang tua padahal mereka harus juga membiayai anak mereka (Merriam-webster).   Situasinya biasanya adalah pasangan yang sudah menikah, tidak menutup juga yang belum menikah, berusia 30-40 tahun, dengan tanggungan anak yang butuh dibiayai kehidupan dan pendidikannya. Pada saat bersamaan, pasangan tersebut juga memiliki orang tua yang sudah sepuh serta tidak berpenghasila...

Selamat Ulang Tahun yang ke-2 Bang Arka!!

Hari ini, waktu fajar menjelang, tepat 2 tahun yang lalu engkau dilahirkan. Setengah gak percaya juga akhirnya aku menjadi seorang ayah. Ya, aku, orang yang masih banyak kekurangan di segala aspek, ternyata dipercaya oleh Allah untuk mengemban amanah berupa seorang anak laki-laki. Waktu terus berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembanganmu. Mulai dari hanya bisa menangis, kemudian merayap, merangkak, berjalan, melompat, hingga sekarang bisa ikut menirukan bahkan mengobrol dengan ayah dan bunda. Aku sebagai seorang ayah selalu berusaha membersamaimu dan selalu berusaha menjadi yang pertama, minimal kedua setelah bunda, yang menyaksikan langkah pertamamu dalam menjalani setiap tahapan. Aku sebagai ayah hanya ingin mengucapkan Selamat ulang tahun Bang Arka! Semoga Allah selalu mengaruniamu umur panjang, kesehatan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Semoga Allah juga mengarunia kesehatan dan umur panjang kepada ayah dan bunda agar selalu bisa menjaga d...